11 November 2011

Ketahui Resiko Pernikahan Dini


MARAKNYA pernikahan dini yg dialami remaja puteri berusia di bwh 20 thn trnyata msih mnjadi fenomena di bberapa daerah di Indonesia. Tema pernikahan dini bkn mnjdi suatu hal baru utk diperbincangkan, pdhl byk risiko yg hrs dihdapi mreka yg melakukannya. Pernikahan dini dikaitkan dgn wktu, yaitu sngat awal. Bagi org” yg hdup abad 20 atau sblumnya, pernikahan seorang wanita pada usia 13-16 thn atau pria berusia 17-18 thn adlh hal yg biasa. Ttapi bagi msyrakat kini, hal itu mrupakan sbuah keanehan. Wanita yg mnikah sblum usia 20 thn atau pria sblum 25 thn dianggap tdk wajar. Tp hal itu memang bnr adanya, remaja yg mlakukan pernikahan sblum usia biologis maupun psikologis yg tepat rentan menghadapi dampak buruknya.

Sbnarnya byk efek negatif dari pernikahan dini. Pada saat itu pengantinnya blm siap utk menghadapi tggung jwb yg hrs diemban sprti org dwsa. Pdhl kl mnikah itu kedua belah pihak hrs sdah ckup dwsa n siap utk menghadapi permasalahan” baik itu ekonomi, pasangan, maupun anak. Smntara itu mreka yg mnikah dini umumnya blm ckup mmpu mnylesaikan permasalahan scara matang.
Remaja yg mnikah dini baik secara fisik maupun biologis blm cukup matang utk memiliki anak. Shingga kmgkinan anak n ibu meninggal saat mlahirkan lbh tinggi. Idealnya mnikah itu pada saat dwsa awal yaitu sekira 20-sblm 30 thn utk wanitanya, smntra utk pria itu 25 thn. Krn scra biologis n psikis sudah matang, shingga fisiknya utk memiliki kturunan sudah ckup matang. Artinya risiko melahirkan anak cacat atau meninggal itu tdk besar. Sbnarnya kl kmatangan psikologis itu tdk ditentukan btsan usia, krn ada jg yg udah berumur tp msh sprti anak kecil. Atau ada jg yg msh muda tp pkrannya udah dwsa. Kondisi kematangan psikologis ibu menjadi hal utama krn sngat berpengaruh thdap pola asuh anak di kemudian hari. Yg namanya mendidik anak itu prlu pendewasaan diri, jd hrs ada kematangan n pemahaman diri utk dpt memahami anak. Kl msh kekanak-kanakan, maka mana bs sang ibu mengayomi anaknya. Sprti mata uang koin yg pnya dua sisi,yg ada hnya akn mrasa terbebani krn di satu sisi msh ingin mnikmati ms muda n di sisi lain dia hrs mengurusi keluarganya.

Jadi, sudah siap menikah dini?
»»  lanjut bacanya....

Yes, I am… wanna to be happy, always…!

“Kebahagiaan tidak dicapai dengan jerih payah; kebahagiaan diperoleh dengan mengurangi keinginan.”

Perilaku kita akan memperlihatkan, bahwa kita bahagia. Jika dalam pandangan kita tidak ada bedanya, hidup dan mati, penjara dan istana, miskin dan kaya, racun dan madu. (Socrates)

Pursuit to happiness… kebahagiaan dapat kita kejar. Terserah pada pilihan kita, kita dapat memilih untuk bahagia atau menderita. (Baudelaire, penyair Perancis;, votre chose, a votre guise).

“Kebahagiaan bukan terletak pada uang semata; kebahagiaan terletak pada kegembiraan pencapaian, pada getaran upaya kreatif. Happiness is not in the more possession of money; it lies in the joy of achievement, in thrill of creative effort.” (Franklin D Roosevelt)  

Itu hanya sebagian kecil dari banyaknya persepsi arti kata dan pencarian makna ‘kebahagiaan’ (yang saya sukai). Begitu banyak yang ditemukan, disajikan… yang kemudian untuk dapat dipilih, untuk dapat disetujui, kemudian diikuti. Rasa itu, bagaimana mendapatkannya, ketika mendapatkannya dan berbagai efek yang terjadi ketika mengalaminya…Walaupun sangat diyakini pula, akan sangat berbeda ‘kebahagiaan’ yang dicari dan yang ingin dicapai oleh seseorang. Berbeda, dalam memahami…

Ada yang berbahagia ketika ia bisa mempunyai uang berlimpah dengan istilah ‘tidak berserinya’ itu, menempati rumah mewah, memakai pakaian branded, mengendari mobil merk ternama keluaran terbaru, limited edition, yang didapat dengan perjuangan setelah inden berbulan-bulan… Ada yang berbahagia ketika ia dapat menyelesaikan pendidikannya ke jenjang yang tertinggi, S1, S2, S3 dan seterusnya… Ada yang berbahagia, ketika ia bisa bekerja di tempat yang sesuai dengan bidang keilmuannya… Ada yang berbahagia ketika bisa pergi ke tanah suci, berulang kali… Ada yang berbahagia ketika bisa menjadi seorang relawan, tanpa imbalan… Dan banyak lagi arti kebahagian yang dirasakan oleh setiap orang...
Hati saya terusik… apa yang membuat saya bahagia? Banyak… bisakah saya bilang banyak? Karena memang ada banyak hal sebenarnya yang bisa membuat saya tersenyum atau menangis karena bahagia. Tapi, yang membuat saya gelisah adalah ketika perasaan bahagia itu cepat berlalu dan berganti dengan rasa yang sebaliknya. Saya menginginkan… rasa bahagia itu menetap dan bertahan dalam waktu yang lebih lama… bisakah?

Saya bukannya ingin menolak rasa sedih, pedih, kecewa dan berbagai perasaan sejenisnya itu… Justru, karena saya ingin bisa menerima keadaan sebaliknya itu, sama sukacitanya, ketika saya menerima kebahagiaan… bisakah? Dan sahabat saya ini pun kembali menjawab… seharusnya bisa! Setahu saya, sahabat saya ini nyaris ‘flat’ untuk berbagai keadaan… Ketika senang, marah, kecewa, sakit, selalu terlihat dalam ekspresi yang sama… Bagaimana bisa? Ya, bisa… karena dia pula yang mengajarkan ‘hakikat hidup berpasangan’ kepada saya… Siang-malam, sakit-sehat, susah-senang, dan seterusnya…Saya tidak akan menuliskan, ayat dari Al Quran dan Hadits yang dia kirimkan untuk membangkitkan semangat saya, untuk bisa membuat saya merasa bahagia lagi… Saya hanya ingin menceritakan pengalaman saya ketika bersamanya…
Dia, selalu ‘memberi’… Dia, tidak merasa berat untuk mentransfer ilmu yang telah dia pelajari selama bertahun-tahun kepada siapa pun, termasuk saya. Dia, selalu berempati, ketika saya sedang dalam kesusahan. Dia, bersyukur ketika saya berbahagia. Dia, memberi perhatian untuk hal-hal yang kecil. Dia, sangat ringan untuk membagi ridzkinya kepada saya. Dan saya dapat merasakan, selalu ada doa darinya untuk saya… Dan saya, tidak pernah meminta semua itu darinya… Saya, hanya dapat merasakan keikhlasannya. Dia, hanya ingin ‘memberi’…

Mengapa ‘memberi’ begitu penting ikatannya dengan kebahagiaan… Saya hanya meyakini apa yang Rasul katakan… “Barang siapa membahagiakan seorang mukmin, ia telah membahagiakan aku. Barang siapa membahagiakan aku, ia telah membahagiakan Allah.” Dan ketika Nabi ditanya tentang amal yang paling utama, beliau berkata : “Engkau masukkan rasa bahagia pada hati seorang mukmin. Engkau lepaskan kesulitannya. Engkau hibur hatinya. Engkau tunaikan utang-utangnya.” Pada akhirnya, ia akan mendengarkan keputusan : “Adkhiluhul Jannah… masukkan ia ke surga, karena dahulu di dunia, setiap kali kamu memasukkan rasa bahagia pada sesama manusia, Allah menciptakan makhluk sepertiku, untuk memberikan kepada kamu kebahagiaan pada hari ini.”

Atau dengan penemuan psikologi yang paling konsisten; “Ketika kita bahagia—kita pun lebih suka untuk membantu orang lain. Feel good, do good phenomenon. Happiness doesn’t feel good, it does good.” (Salovey, 1990). Belakangan para peneliti psikologi menunjukkan bahwa dalam keadaan bahagia orang-orang menjadi lebih penyayang, lebih senang membantu, lebih dermawan. (Martin Seligman). Ketika bahagia, kita kurang terfokus pada diri sendiri, kita lebih menyenangi orang lain, kita ingin berbagi keberuntungan kita bahkan dengan orang asing sekali pun. Walhasil, kebahagiaan membuat orang berakhlak mulia. Emosi positif melahirkan karakter positif. Orang bahagia senang menolong orang lain. Dan karakter positif ini akan melahirkan emosi positif, maksudnya ketika kita dirundung penderitaan berbuat baiklah, maka kita akan berbahagia. Inikah yang menyebabkan sahabat saya nyaris ‘flat’ di setiap keadaan? Mungkin yang terpenting yang bisa saya ambil hikmahnya… Selain dapat menerima setiap keadaan… bisa memberi pula di setiap keadaan… dan kita akan bahagia bagaimana pun keadaannya…Anda boleh setuju atau tidak… tapi tidak ada salahnya untuk dicoba…Karena saya pun ingin mencobanya… karena saya ingin selalu bahagia…Mulailah ‘memberi’ dengan keikhlasan… dan anda akan ‘bahagia’… di setiap waktu yang ‘tersisa’…
»»  lanjut bacanya....

Syarat Mencapai Kesuksesan Hakiki

Kesuksesan dalam pandangan manusia adalah keberhasilan dari sebuah upaya yang telah di tempuh…atau hasil yang sesuai dengan harapan yang di dapatkan dengan upaya dan pengorbanan. Dalam konteks kesuksesan atau keberhasilan seseorang, di manapun dan sebagai apapun juga, setidaknya ia harus memiliki beberapa persyaratan umum, yang pertama, ia harus mengetahui siapa dirinya, posisi atau kedudukannya…yang kedua.. ia harus mengetahui sebagai apa dirinya dan tugas yang di amanahkan pada dirinya.. 

Jika di umpamakan dalam sebuah ilustrasi..Seorang karyawan yang baik, harus mengetahui dimanakah posisi dirinya dalam sebuah perusahaan, dan tugas atau amanah yang harus ia jalani sesuai dengan posisi tersebut. Demikian pula.. jika ia seorang pelajar, kepala keluarga, ibu rumah tangga, pengusaha, sampai pemimpin negara.. Masing masing harus mengetahi siapa dirinya, sebagai apa, dan tugas yang di amanahkan pada dirinya.. Setidaknya, melalui dua persyaratan itu… Insya Allah kesuksesan dapat di capai.. Demikian pula dalam konteks kehidupan manusia di dunia ini, dua hal pokok yang sering dilupakan yang merupakan kunci kesuksesan hakiki adalah,Siapakah dirinya….?,dan apa tugasnya…?
Tentang kedudukan manusia di dunia ini dinyatakan dalam ayat “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (51 : 56)

Jika kita artikan ‘illa liya buduun’ adalah dengan untuk beribadah…tentunya hal ini tidak selaras dengan kenyataan yang kita lihat. Karena sebagaimana yang kita ketahui, tidak semua manusia melakukan ibadah kepada Allah. Tetapi, ada juga pendapat ulama mengenai arti ayat ini, mereka memahaminya dengan makna tindakan penghambaan… atau apa-apa yang dilakukan oleh hamba Allah, baik itu perbuatan baik atau sebaliknya. Karena pada intinya, semua makhluk adalah hamba-Nya (baik ia berbuat kebaikan atu sebaliknya), sedangkan Allah sebagaimana dinyatakan dalam Al Fatihah dan surat An-Nas, adalah sebagai penguasa dan raja manusia. Jika kita gunakan pendapat yang kedua, maka hal ini akan selaras dengan kenyataan yang kita lihat dalam kehidupan manusia di dunia ini. Ada diantara manusia yang memang beribadah kepada Allah, dan ada juga yang tidak.

Melalui ayat ini, Allah secara tidak langsung memberi tahu kepada kita tentang kedudukan jin dan manusia.Keduanya diciptakan, dan di tempatkan sebagai hamba. Jika demikian, … Pernahkan kita bertanya… ? Apa tugas kita dalam menduduki  jabatan hamba Allah…? Allah menjawab pertanyaan ini melalui ayat “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”. (98 : 5). Dalam ayat ini, tindakan penghambaan yang Allah inginkan atau perintah terhadap semua hamba-hamba-Nya adalah Untuk senantiasa ikhlas terhadap ad- dien.

Kata ikhlas, adalah kata yang seringkali kita dengar, dalam bahasa arab, kata ikhlas bermakna murni, sedangkan kata ad-dien, yang seringkali diartikan dengan agama, lebih tepat kita maknai dengan cara kita menjalani hidup. Ikhlas terhadap ad-dien bermakna, memurnikan dienul islam yang harus senantiasa kita gunakan dalam menjalankan kehidupan ini. Karena Islam telah Allah turunkan menjadi petunjuk yang sempurna untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Ikhlas terhadap ad-dien kemudian di tegaskan melalui kata hunafa, yang bermakna, tidak menambah dan tidak mengurangi ajaran islam yang telah sempurna. Kesempurnaan islam disabdakan oleh Rasulullah SAW "Telah aku tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya." ( HR : Malik no : 1395)

Selain itu, yang menarik dan perlu kita cermati dalam ayat ini 98 : 5 adalah…penggunaan kata hamba. Kata hamba yang Allah gunakan dalam banyak sekali ayat dalam Al Quran, mengisyaratkan kepahaman masyarakat arab tentang kedudukan seorang hamba dan tuannya. Pada waktu itu, dalam masyarakat arab jahiliyyah, apabila seorang hamba di miliki oleh tuannya, maka seluruh hidupnya adalah milik tuannya. Seorang hamba yang baik, hanya akan melakukan sesuatu sebagaimana perintah tuannya. Penggunaan kata hamba, bertujuan agar memudahkan manusia dalam memahami hubungan manusia dengan Allah Rabb semesta Alam, penguasa dan pemilik langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Sehingga manusia bisa memahami, dimana kedudukanya, dan apakah tugas yang di amanahkan Allah kepadanya.
Inilah sedikit uraian tentang ikhlas…. yang merupakan kunci pertama dan terakhir untuk membuka kesuksesan yang hakiki. Sejauh kita mengetahui, memahami dan melaksanakan dienul islam dengan lurus, maka sejauh itu pula keikhlasan kita kepada Allah, dan sejauh itu pula peluang diri kita untuk mencapai kesuksesan yang hakiki.

Wallahu’alam.
»»  lanjut bacanya....

Hidup Adalah Ujian


Sekelompok Malaikat ditugaskan mengangkat Arsy, ternyata mereka tak mampu melakukannya, sampai Allah mengajarkan kalimat : ALLOHU AKBAR..!!! Dan langit pun terangkat oleh para Malaikat…!!! Maka serulah ALLOHU AKBAR, agar kita kuat menanggung beban kehidupan…

Hidup adalah ujian…
Dan saya pun pernah merasakan, ketika menghadapi ujian itu… Kelelahan dan kelemahan, datang menyergap bersamaan! Seorang sahabat berkata, “Kamu merasa lelah dan lemah, karena kamu pernah merasa sanggup… untuk  bersabar dan kuat! Nikmati prosesnya dengan keikhlasan, karena kekuatan itu pasti akan datang…”
Saya pernah bertanya, “Why me?” Sahabat saya pun mengatakan, “Allah… tidak mungkin salah memilih orang… siapa dan apa bentuk ujiannya… Pemberian Allah, ujian dan nikmatNya, tidak dapat diperdebatkan! Menjadi pilihanNya, adalah anugrah, syukurilah!  Tidak semua orang seberuntung dirimu… Allah ingin mengangkat derajatmu, keimanan dan ketaqwaanmu…”
Saya bertanya, “Mengapa ujian kehidupan ini begitu sulit?” Sahabat saya berkata, “Don’t you realize? Fa inna ma’al usrii yusraa… Sesungguhnya, bersama kesulitan selalu ada kemudahan… Tidak mudah untuk dipahami, karena tidak ada  yang bisa merasakan selain mereka yang diuji. Tapi yang diuji itu, sudah Allah pilih sesuai dengan kemampuannya dan yakinlah, ketika Allah memberikan ujian… pasti disertai dengan jalan keluarnya.  Bersabarlah…”

Lagi, saya bertanya, “Sanggupkah saya?” Dan sahabat saya berkata, “Allah, memberikan… karena Allah lebih mengetahui kesanggupanmu. Ujian, adalah bentuk kasih sayangNya dan hanya bisa dirasakan oleh orang yang dipilihNya. Karena Allah, ingin menguatkan kelemahan hamba yang disayangiNya… Laa yukallifullahu nafsan illa wus’aha, Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
Sahabat saya menambahkan, “Hakikatnya hidup, adalah… berpasangan…! Sedih-senang, siang-malam, lapang-sempit dan sebagainya. Let me give you examples : ‘Kenyang itu hanya akan terasa jika seseorang telah merasakan lapar. Kebahagiaan hanya akan terasa ketika kesedihan berlalu. Kerinduan hanya akan terjadi jika kita pernah merasakan kebersamaan, yang memberikan ketenangan. Semua itu anugrah, ketika mendapatkannya, tapi tidak mudah mendapatkannya karena harus diiringi dengan ikhtiar dan doa. Inilah kaidah alam semesta, yang akan senantiasa menghiasi kehidupan manusia.’

Dalam sebuah hadits, dikatakan Allah menunda ijabah doa hambaNya, karena Allah senang mendengar sang hamba berdoa kepadaNya. Dan kadang, kita mendambakan ketenangan dengan sesuatu yang kita ‘inginkan’… Sehingga kita sering melupakan ketenangan, yang telah Allah ‘karuniakan’…
Sesaat kita mungkin akan merasakan ‘kegelisahan’, ketika merasa kehilangan apa yang kita ‘inginkan’... Padahal secara nyata… Allah telah memberikan ‘ketenangan’… hanya saja ‘keinginan’ kita yang sering menjadikan hijab untuk melihat dan merasakannya.  Renungi, resapi dan pahami… Bukankah seharusnya jiwa ini selalu merasa bahagia,  jika ia tahu bahwa Allah memilih dirinya. Beruntunglah mereka yang menangis, karena bersabar dengan ujian yang diberikanNya dan mengharapkan ketenangan jiwanya bersama Allah………”

ALLOHU AKBAR… tanpaMu… entah ada di mana aku sekarang…
ALLOHU AKBAR… untukMu… kan kutapaki kembali jalan kehidupan yang telah tertuliskan… namaku…
»»  lanjut bacanya....

Lelaki Pilihan Allah


Banyak sekali ayat-ayat Allah dan hadits Rasulullah yang mengajarkan kepada kaum wanita,  agar mereka mendapatkan laki-laki yang  Allah pilihkan untuk menjadi suami mereka. Tentunya, lelaki pilihan Allah, adalah mereka yang taat dalam memperlakukan wanita sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Karena aturan yang Allah berikan kepada lelaki dalam memperlakukan wanita itulah, salah satu bentuk, bagaimana Allah memuliakan kaum wanita....Tentunya, dengan waktu yang singkat tidaklah mungkin kita hadirkan kajian ayat dan hadits yang sangat banyak sekali jumlahnya …, tetapi dengan sangat mudah kaum wanita bisa melihat dari ciri-ciri akhlaq mereka.. 

Beberapa ciri yang umum dari akhlaq lelaki pilihan Allah ketika ia hendak menikahi seorang wanita adalah ;
Ketika memulai satu hubungan, ia akan menyatakan niatnya dan memperlihatkan kesungguhannya bahwa hubungan yang dilakukannya itu semata-mata hanya untuk menikah, bukan untuk hubungan yang lain seperti berpacaran atau sekedar bermain-main saja. Dalam proses perkenalan, berdua-duaan adalah hal yang selalu dihindari, menjaga pandangan mata, tidak menyentuh calon istrinya, walaupun hanya berjabat tangan.
Dan pada saat berbicara, dirinya tidak melakukan pembicaraan yang tidak bermafaat, atau perkataan yang sia-sia, tidak mengobral janji, atau berangan-angan kosong. Sikapnya tawadhu, sopan, dan menyenangkan. Tidak pula berlebihan dalam berbicara. Mengucapkan salam dan berkata yang baik, adalah kepribadiannya, memiliki sifat optimis, rajin dalam bekerja dan berusaha tampak dari cara ia menceritakan hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Pergaulannya dengan orang-orang yang sholeh, bisa kita lihat pada teman-teman disekelilingnya, dan pemahamannya terhadap agama, atau pada perilaku ibadahnya. Mengisi waktu senggangnya dengan hal yang bermanfaat dan berolah raga.

Menghormati orang tua calon istri, dengan niat mempercepat akad nikah dan tidak menundanya dengan jangka waktu yang lama,  dan yang terlebih penting lagi, tidak mengambil pinangan orang lain. Dan..pada saat menikah dan setelahnya, ciri mereka sebagai suami pilihan Allah setidaknya memiliki akhlaq ;
Membayarkan mahar istri dengan sempurna, jika maharnya tidak tunai, maka akan segera ditunaikan. Memberikan nafkah kepada istri, lahir dan bathin dengan cara pertengahan, tidak kikir dan tidak pula berlebihan, sikapnya konsisten seperti apa yang katakan pada saat sebelum menikah dengan memperlakukan istri dengan lemah lembut, bercanda dan bersenda gurau dengan tidak berlebihan, berkata yang baik, memanggil istrinya dengan sebutan yang menyenangkan istrinya, dan  dan senantiasa menjaga rahasia istri dan kehidupan rumah tangga mereka.

Dan pada sisi lain, ia tegas jika perbuatan istri mengarah kepada hal yang dapat menjerumuskan kepada kemasiatan, kelalaian dalam beribadah, atau sikap dan perilaku yang menyimpang dari aturan Allah. Jika menghukumnya, ia tidak akan pernah memukulnya atau menyakitinya, tetapi jika perlu melakukan hal itu dengan alasan yang dibenarkan dalam syariat, ia hanya akanmelakukannya tanpa menyakiti, atau menimbulkan bekas pada bagian tubuh manapun dari sang istri. Pemaaf dan pengertian, adalah sifat yang senantias ditunjukkannya, berterima kasih kepada istrinya adalah bentuk penghargaan yang tidak pernah dilewatkannya. Demikian pula dengan penampilannya yang senantiasa menjaga kebersihan, rapi dan wangi. Senantiasa bermusyawarah, berdiskusi, meminta pendapat istri dalam urusan rumah tangga dan mendidik anak-anak. Membantu istri dalam urusan rumah tangga yang tidak bisa ditangani, apakah itu dengan menyediakan berbagai fasilitas yang disanggupi seperti pembantu rumah tangga, perlatan masak, dan hal lainnya. Jika berkemampuan, pasti dirinya akan menempatkan istrinya di tempat yang baik, dengan lingkungan yang baik pula dan menjaganya dari segala hal yang dapat menibulkan fitnah bagi istrinya. 

Dalam waktu luangnya, ia pasti menemani istrinya apabila bepergian, memerintahkan istrinya untuk menutup auratnya, tidak membawa istrinya ke tempat yang dapat menimbulkan maksiat. Memuliakan orang tua dan keluarga istri sama seperti keluarganya sendiri. Dan yang paling senantiasa ia lakukan adalah memberikan teladan bagi istri dan anak-anaknya, menjadi imam dalam beribadah, memberikan bimbingan dan senantiasa mengingatkan akan tujuan pernikahan, serta terus berusaha meningkatkan ketaatan dan ibadah mereka kepada Allah.. Setidaknya, inilah ciri-ciri akhlaq lelaki dan suami pilihan Allah, walaupun ia tidak harus selalu kaya, tampan dan gagah, tetapi jika dirinya dihiasi akhlaq yang sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-nya, Insya Allah kehidupan rumah tangga yang diberkahi, sakinah, mawaddah, dan warrahmah akan dicapai..

Wallahu’alam.
»»  lanjut bacanya....